Sabtu, 29 Oktober 2016

Generasi Dulu dan Generasi Zaman Sekarang









Pic Source : kaskus.co.id




Gimana sih masa kecil kalian semua? Ya, pastinya dulu masa kecil kita semua dipenuhi oleh permainan-permainan tradisional, film kartun setiap hari minggu pagi, dan juga kita semua dulu tidak mengenal apa itu gadget, yang kita tahu hanya tamagotchi. Apalagi untuk generasi 90an, rasanya masa kecil itu sangat indah bahkan jika ada mesin waktu ingin sekali rasanya kembali ke masa-masa itu.


Kalau zaman dulu, setiap minggu pagi pasti langsung lari ke depan tv dan nungguin kartun-kartun pagi. Sorenya, habis selesai mandi pasti ada yang teriak-teriak di depan rumah ngajak main. Bukan cuma itu, kalo lupa kasih makan binatang peliharaan di tamagotchi pasti nyesek banget. Dulu ga perlu gadget, dikasih gamebot, playstation atau tamiya udah seneng. Dulu kalau main game engga di warnet, tapi main ding-dong di mall sampe uang jajan habis buat beli koin.


Pic Source : sijuki.com

Pic Source : Inspi.com
Pic Source : Ayosebarkan.com

Yang ingin nostalgia lebih banyak lagi tentang generasi 90an, bisa lihat di generasi 90an

Zaman Sekarang Dipengaruhi Internet dan Gadget

Bukan cuma gadget saja yang membuat generasi zaman sekarang menjadi ansos atau "punya dunianya sendiri" tapi ditambah lagi dengan adanya internet yang membuat semuanya menjadi berubah. Berubah dalam artian ke arah yang positif maupun negatif, tergantung masing-masing orang yang menggunakannya. Bahkan zaman sekarang jika sedang berkumpul bersama teman-teman atau keluarga, kita tanpa sadar sering sibuk sendiri dengan gadget kita masing-masing. Sampai ada istilah
Mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat


Pic Source : Brilio.net


Namun, di zaman sekarang banyak sekali orang yang mempergunakan itu semua dengan tidak seharusnya atau tidak sesuai dengan umur, bagi mereka yang masih anak-anak. Banyak dari mereka yang terlalu mengikuti trend agar terlihat "gaul" contohnya sudah ada beberapa kasus mengenai remaja yang memposting foto dan video mereka ke social media yang dapat diakses oleh semua orang, termasuk anak di bawah umur. Kenapa memposting foto dan video bisa menjadi kasus? bisa, karena foto dan video yang mereka posting tidak pantas atau tidak senonoh, mereka memposting foto bersama pacar sambil berciuman, pelukan, bahkan di dalam video yang diposting mereka menggunakan kata-kata "kasar" atau yang tidak seharusnya diucapkan. Sampai-sampai KPAI turun tangan di dalam kasus ini, berikut beritanya (Kontroversi Dua Selebgram)

Padahal mereka mempunyai banyak pengikut atau followers di setiap akun sosial medianya, seharusnya mereka bisa menjadi panutan atau contoh yang baik. Karena, kebanyakan followers mereka adalah anak-anak remaja atau ABG yang masih mencari jati diri. Kalau sudah begini siapa yang mau disalahkan? orangtua? tidak semua salah orangtua, karena orangtua pasti juga sudah memberikan dan memberi tahu contoh yang baik. Jadi, semua kembali lagi ke diri masing-masing. Di zaman sekarang kita harus tau mana yang harus menjadi panutan dan mana yang tidak.

Minggu, 18 September 2016

Am I Going to be Television Journalist?

        Sejak kecil saya senang melihat orang-orang yang bekerja di stasiun televisi, apalagi saat melihat mereka mengenakan seragam dari masing-masing tempat mereka bekerja. Menurut saya, itu adalah suatu kebanggaan sendiri bagi mereka yang beruntung bisa bekerja di sana. Saya menyukai salah satu stasiun televisi yang selalu saya idamkan dan saya berharap jika bekerja nanti saya ingin sekali menjadi salah satu diantara mereka. Setiap kali melihat mereka mengenakan seragamnya, saya sampai benar-benar bengong melihat mereka dari atas sampai bawah.

 Saya ingin sekali seperti mereka.




          Bukan hanya itu, saya juga ingin mempunyai kemampuan seperti mereka. Sekarang saya sedang menempuh pendidikan dibidang jurnalistik, dan sudah lumayan banyak mendapatkan ilmu untuk menjadi jurnalis. Itu semua akan sangat berguna untuk bekal saya nanti saat saya bekerja. Namun, tidak mudah untuk menjadi jurnalis apalagi menjadi jurnalis televisi, tapi saya tetap yakin bahwa saya bisa menjadi seorang jurnalis televisi.

         Saya juga sadar betul bahwa sebenarnya pekerjaan seorang jurnalis cukup berat, saya harus banyak berlatih menulis serta menambah wawasan dengan membaca. Jika saya sudah berhasil bekerja di stasiun televisi saya ingin menjadi reporter, walaupun sebenarnya saya tidak terlalu percaya diri berbicara dengan orang baru maupun di depan banyak orang. Tetapi, saya ingin berusaha dan menghilangkan rasa tidak percaya diri itu.

        Ketertarikan saya untuk menjadi jurnalis televisi juga berawal saat saya melihat acara kuliner dan traveling di salah satu stasiun televisi. Entah mengapa mereka seperti bekerja sekaligus melakukan kesenangan. Bagaimana tidak mereka bisa bekerja sambil berjalan-jalan ke luar kota bahkan ada yang sampai ke luar negeri, seakan-akan bekerja bukanlah beban atau hal yang berat bagi mereka.

           Mungkin bagi sebagian orang jurnalis adalah pekerjaan yang mudah, bahkan ada yang berpikir bahwa seorang jurnalis bisa saja membuat berita palsu atau tidak sesuai fakta. Namun, itu semua tidak benar. Seperti yang ada di buku Jurnalisme Dasar karangan Luwi Ishwara yang menyatakan bahwa jurnalisme itu bukan mesin tetapi jurnalisme adalah seni dan profesi dengan tanggung jawab profesional.

         Impian terbesar saya adalah menjadi reporter untuk VOA (Voice of America), memang itu sangat susah dan pasti membutuhkan usaha yang sangat keras. Bahkan orang yang sudah lama bekerja sebagai jurnalis televisi tidak mudah untuk bergabung dengan VOA. Namun, saya percaya bahwa tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, saya harus berdoa dan juga berusaha agar semua terwujud.

Popular Posts

My Guest

Diberdayakan oleh Blogger.